Metarformosis Kodok menjadi Ular (Cerpen)

 Metarformosis Kodok menjadi Ular


Pagi ini Luna begitu bahagia. Dia pulang lebih awal dari teman - teman sekelasnya. Matahari  turut senang melihat tarian Luna. Pepohonan di pinggir jalan ikut bergoyang bersama Luna. Klakson - klakson mobil dan Motor ikut menyoraki  kebahagian Luna. Hari itu jalan setapak begitu bersih, tidak ada sepeda yang berkejar - kejaran, tidak ada anak anak yang berebut jalan, atau tidak ada yang berlomba untuk sampai ke kerumah lebih awal. Dia berinjak melompati sebuah genangan air, tidak lupa menggoyang - goyang kepalanya. Luna  melonjak kemari dan meloncat kesana. Hari ini dia meraih pencapaian terbesarnya. 

Di sekolah Luna bukanlah murid yang cerdas atau populer, tidak ada guru yang mengenalnya. Selain karena penampilan Luna yang tidak rapi dan selalu melakukan kecerobohan,  tidak ada yang mengenal Luna dengan sebutan lain.

Seminggu lalu Pak Guru memberi mereka tugas untuk menghafal perkalian. Meskipun Luna bukan murid yang cerdas, berhitung adalah salah satu keahliannya di antara mata pelajaran yang lain.  Selama satu minggu ini dia membawa secarik kertas kemanapun dia pergi. Jika dia bermain dia akan melipatnya dan disimpan di dalam kantongnya. Jika dia sedang makan dia akan melebarkan kertas itu dan meletakkannya di dekat piringnya alih alih menatap makanan di piringnya, mata Luna akan bergerak memandang kertas. Ibunya pernah menangkapnya melakukan itu, ibunya marah hingga merebut kertas itu dan memperingatkan Luna tentang hal itu, atau ketika Luna berbaring di atas kasurnya dia akan merentang tangannya ke atas langit - langit  membaca kertas itu,  layaknya membaca sebuah buku dongeng pengantar tidur, dia akan berkomat - kamit seperti seorang dukun yang sedang berbicara dengan makhluk jadi - jadiannya. 

Pada suatu saat dia tidak memerlukan kertas itu, dia telah menghafal isi dari kertas itu, bahkan dia bisa mengingat letak sebuah titik yang tidak perlu berada disana.

 Hari ini ketika lonceng terakhir berbunyi tanda periode kelas terakhir akan segera di mulai, perasaan Luna campur aduk, antara  antusias, semangat, khawatir dan takut. Perasaannya semakin tidak karuan ketika Pak Guru memasuki kelas. 

Pak Guru menyuruh kami duduk di bangku masing masing.

“Baiklah, sekarang keluarkan buku petak - petak Tematik kalian, dan kumpulkan PR kalian” Perintah Pak Guru. Kelas menjadi riuh tenang, semua siswa mengeluarkan tugas dari tas  dan mengumpulkan ke meja Pak Guru

“Nah, hari ini adalah hari - H, kalian masih ingatkan, Senin lalu pak Guru beri kalian tugas untuk maju kedepan kelas dan hafalkan perkalian 1 sampai 10.”

Seketika kelas sunyi, semua mata tertuju kepada pak guru. Begitu juga Luna, dibalik ketenangan Luna, Jantungnya berdebar tidak karuan. 

“ Siapa yang mau maju pertama?” Tanya Pak Guru, tidak ada yang menjawab, Luna melirik ke kanan dan kiri, kedepan dan kebelakang, tidak ada yang mengangkat tangan. Pak guru bertanya lagi, bapak memandang seorang anak lelaki yang duduk paling belakang, kebetulan dia adalah ketua kelas dan juga siswa kelas tiga terpintar di sekolah Luna, tetapi anak lelaki itu hanya terdiam. Pak Guru masih menunggu, kemudian dengan jantung berdebar kencang Luna mengangkat tanganku. 

“ Akhirnya, ada yang mau, Luna, silahkan maju”. Sahut pak guru keras. Luna beranjak dari tempat duduk, semua mata tertuju kepada Luna. Lalu Luna berdiri menunduk di depan, dia tidak punya kekuatan membalas pandangan teman - teman kelas.  Dan dia memulai.

“Satu kali satu satu, satu kali dua dua, satu kali tiga tiga,..” kata Luna dengan suara bergetar. Dia melanjutkan lantunan nyanyian perkalian yang selama seminggu ini dia hafal. Pada perkalian keempat, tingkat kesulitan sudah mulai Luna rasakan, Luna mengangkat kepalanya dan mencari sebuah jawaban, matanya berpusat  pada jam putaran dinding yang menghadapnya, seakan jarum yang  berputar memberinya jawaban, Luna menyelesaikan perkalian sembilan dengan  lancar. Dia bisa merasakan mulut  teman - temanya bergerak tanpa suara mengikuti mantra yang dikeluarkan Luna, Akhirnya perkalian sepuluh, dia merasakan Teman - teman sekelasnya mulai menegang dan menahan nafas.

“Sepuluh dikali sepuluh sama dengan sepuluh.” Kata Luna mengakhiri nyanyian perkaliannya. 

Semua kelas bertepuk tangan, bahkan pak guru bertepuk paling keras.Luna tersenyum bangga.  

“Wauu bagus sekali Luna, Pak guru Bangga sekali”  Kata Pak guru sunguh - sungguh. Luna kembali ke tempat duduknya.

“Seperti yang sudah Pak guru janjikan, siapa yang menyebutkan perkalian satu sampai sepuluh, Pak guru akan beri hadiah, dan boleh pulang lebih dulu dan tidak perlu menunggu jam pulang sekolah.” Sambung Pak guru “Luna kamu bisa merapikan tas kamu, dan boleh ke depan mengambil hadiah kamu” 

Hati Luna senang bukan main, dia cepat cepat menyandang tas Poly Pink nya, setengah berlari ke depan, mengambil hadiah yang dibungkus kertas kuning padi dan memberi salam Pak guru. 

Ditengah jalan dan masih menari, ketika Luna bersenandung sambil berinjak kesenangan, dia membayangkan secepatnya tiba di rumah, lalu segera membuka hadiah kemenangan selama hidupnya, dia berhenti, pandangannya fokus pada sisi jalan, seekor kodok bersembunyi di balik rerumputan pinggir jalan.Dia mendatangi Kodok itu, berjongkok memposisikan dirinya agar sejajar dengan mata Kodok. Mereka saling pandang sejenak, kemudian sebuah ide muncul, Luna bangkit dan mengambil sebuah ranting yang ada di bawah pohon Mahoni, dia memotong sedemikian rupa, dan membuatnya menjadi sebuah tongkat kecil. 

Lalu dia kembali kepada Kodok, dan mengarahkan tongkatnya kepada kodok, dia menusuk - nusuk Kodok itu, Kodok berusaha menghindari tongkat nakal Luna, tapi Luna tidak mau kalah, hari ini sudah  ditakdirkan menjadi hari kemenangan bagi Luna, tongkat Luna masih mengejar Kodok itu. Tiba - tiba Kodok itu menghilang, Ohh Luna tidak mau membiarkannya kabur dari perangkat Luna, Luna masih berusaha mencari di antara rerumputan. 

Sesaat pandangan Luna merasakan kodok, dia mengarahkan tongkatnya kesana, Seketika jantung Luna mau copot, kepala seekor Ular  muncul menggantikan Kodok, Ular itu melebarkan kepalanya dan medesir ke arah Luna, Luna berani bergerak, dia berdiri di tempat bagai patung yang disihir, sesaat Luna dan Ular saling melotot, kemudian Luna teringat cerita - cerita ular yang membunuh oleh gigtan berbisa yang disimpan pada dua taring bagian atas. Tanpa berpikir panjang Luna kabur berputar ke arah sekolah, dia berlari kencang, hampir menyamai kencangnya angin, dia berlari dengan kecepatan yang mengalahkan pemenang Lomba lari cepat tahun ini. Dia berlari dan berjanji dia tidak akan pernah mengganggu kodok lagi seumur hidupnya, dia berlari seraya berkata bahwa dia tidak akan pernah pulang sendiri lagi, dia berlari dan bersumpah dia tidak akan pernah sampai kapanpun melihat Ular maupun Kodok. Karena metamorfosis mereka akan membuat Luna Lemah.












Comments

Popular posts from this blog

Stinkhorn mushroom

Perempuan perempuan Bali1

Hujan November